Di Mana Bumi Dipijak… Ya di Mana?

Asupan Tiffany 누나 harian sebelum masuk ke topik utama.

mhnbpzbkw32hi

Gorgeous! 

Tiba-tiba saya teringat obrolan saya dengan sensei beberapa malam yang lalu. Kami sempat mengobrol tentang kenalan saya, orang asing yang tinggal di Indonesia, yang sepertinya terlalu banyak mengeluh tentang Indonesia. Saya kadang merasa mungkin dia yang agak manja ya karena inginnya orang Indonesia yang selalu memahami dia, karena dia adalah orang asing. Padahal, di mana bumi dipijak… ya di mana hayo?

When in Rome, do like Romans do. 

Tapi kata Sacha Stevenson, when in Rome, tetap cebok.

Fuck! Kenapa kok susah cari kloset yang ada rear wash-nya di Seoul? Ga cebok tuh ga enak tau! Lengket!

01

Jadi ceritanya gini, si teman saya itu ajak saya ngobrol tentang gilanya dunia politik Indonesia (by the way, saya udah jengah sama topik begitu loh). Kemudian, dia alihkan pembicaraan ke topik tentang agama (dan di sini, dia ngasih petunjuk bahwa dia nggak suka one particular belief dan cenderung menyudutkannya dari gaya bicaranya). Setelah itu, dia komplain tentang ini itu di Indonesia yang, menurut saya, bukan sebuah masalah, tapi lebih ke pemahaman cross-culture yang belum bagus aja (like, kenapa sih kok orang nggak ngerti budaya dia). Nah, masalahnya adalah dia yang datang ke Indonesia, dia yang tinggal di sini, dia yang harusnya beradaptasi dengan budaya Indonesia, 그지? Tapi kenapa dari cara bicaranya, kok seolah-olah dia malah berharap orang lain yang menyesuaikan dengan budaya dia. Kenapa kok dia juga menjelek-jelekkan Indonesia tapi juga dipoyok dilebok kalau kata orang Sunda. Tahu artinya dipoyok dilebok? Kamu menghina itu, tapi kamu makan juga akhirnya.

Nah loh.

Saya yakin nggak ada negara yang 100% sempurna, like, even semaju apa pun negaranya, annoying things untuk orang asing pasti bakalan ada. Misalnya, nggak usah jauh-jauh ya di Singapura deh, di sana ‘kan nggak boleh makan permen karet. Gimana nasibnya tuh warga asing yang suka makan permen karet? Atau gini deh, di Seoul susah loh cari kloset yang ada rear wash-nya sementara kita orang Indonesia, kalau habis buang air besar atau kecil, pasti harus cebok. Gimana tuh cebok cuman pakai tisu aja? Lengket? Ew.

Saya juga sempat kesal karena si teman ini pernah bilang, “Please, di budaya saya kalau sudah lewat jam 12 itu nggak pegang handphone. Jangan kirim pesan setelah jam itu.” Lalu saya balas, “Oh, maaf saya nggak tahu. Asal kamu tahu aja, kalau di Indonesia, masih aja ada orang yang kerja atau bangun pada jam segitu dan saling kirim pesan untuk ngobrol. Kalau memang tidak mau balas pesan atau periksa handphone pada jam itu, ya nggak usah diperiksa. Tinggalkan tidur aja.”

Budaya itu sepaket. Hal bagus dan hal jeleknya udah masuk ke paket “pembelian”. Hal yang sama juga berlaku ketika mencari pasangan. Nggak ada pasangan yang 100% sempurna; pasti ada kekurangannya. Nah, tinggal gimana nih kita memaksimalkan sisi baik paket tersebut, dan mungkin mencoba “berdamai” dengan kekurangannya kalau memang nggak bisa diubah. Like, kamu nggak bisa dong bilang, “Ah, aku pengennya di Indonesia ini harga baju macam di Pasar Baru tapi produk-produknya harus Zara minimal.”

Kenapa nggak beli ke pabriknya aja sekalian? Itu pun kalau bisa.

Jujur, saya kalau bertemu teman dari luar negeri, saya memang mencoba membuat dia merasa nyaman ketika berkunjung ke Indonesia. Tapi, di sisi lain, saya nggak mau banyak memanjakan dia. Aku mau menikmati hidup a la orang Indonesia dong! Ya, belajar naik angkot kalau gitu, jangan taksi aja. Aku mau makan makanan Indonesia dong! Ya, belajar makan di warteg kalau gitu. Kok di Indonesia berisik sih kalau pagi-pagi? Indonesia ‘kan mayoritas Muslim, jadi wajar aja kalau pagi-pagi ada adzan setiap hari. Brace yourself, karena saya sendiri keberisikan ketika setiap malam di Seoul harus dengar street busker sampai mungkin jam 12 atau jam 1 malam dan nggak bisa tidur (risiko tinggal di sekitar Hongdae shopping street mah gitu ya).

Jadi ingat ketika saya semester 6, ada serombongan mahasiswa dari Australia datang ke Indonesia. Beberapa dari mereka rewel, serba nggak mau ini itu, nggak betah dan lain-lain. Padahal dari tim Indonesia sudah dibantu ini itu, diajak ini itu, diberikan kenyamanan sebaik mungkin. Kalau masih nggak mau juga, then why the fuck did you sign up for the program? Mending diem di rumah, I don’t know like, gegeroh atau apa gitu di dapur.

Ya, intinya sih, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. When in Rome, do like Romans do. Kamu ini tinggal di mana sih sebetulnya? Bukan satu atau dua bulan aja loh kamu tinggal di Indonesia.

댓글 남기기