Pencurian Kekayaan Intelektual

Akhir-akhir ini timeline saya diwarnai dengan kiriman tentang Afi. Saya kira itu Akademi Fantasi Indosiar, ajang pencarian bakat yang sempat ngetren maksimal di awal tahun 2000-an dan bikin euforia Menuju Puncak yang ditampilin kalau ada panggung 17 Agustusan (di Korea nggak ada Menuju Puncak loh, adanya Gee). Ternyata, Afi yang satu ini adalah nama orang—anak perempuan lebih tepatnya. Dia itu pelajar SMA kalau saya nggak salah dan begitu terkenal, sampai dapat pujian dari Presiden.

So what all the fuss is about? 

Afi ini terkenal karena tulisan-tulisannya yang katanya sih 최고 buat anak seusianya. Tulisan-tulisan yang dia unggah sebagai status Facebook sudah banyak dibagikan dan disukai oleh para netizen. Katanya tulisannya memberikan sudut pandang baru dalam dunia silat lidah (ngga hehe bercanda). Saking mind-blowing-nya tulisan-tulisan si Afi, dia sampai berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk artis, pejabat, sampai presiden.

Plot twist-nya adalah… dia menjiplak tulisan orang lain!

i3lyihraawbzg

Berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, mbak Afi ini mengambil mentah-mentah tulisan karya orang lain dan menjadikannya sebagai status milik dia, tanpa parafrase. Tapi, dia menambahkan kata-kata dia sendiri, jadi lebih seperti.. hmm… sintesis? Saya lupa istilahnya (sudah lumayan lama nggak berkutat dengan istilah-istilah akademik). Ya, intinya sih dia mengambil tulisan orang lain begitu saja dan menjadikan itu sebagai tulisan dia sendiri, mendapatkan ketenaran dan berbagai free gift-nya, lalu ketahuan oleh para netizen yang entah memang curiga sama dia atau ingin mencari-cari kesalahan si mbak Afi (tapi ternyata terbukti salah).

Tanggapan para netizen tentang kasus Afi ini, as usual, bersifat dikotomi. Ada yang negatif banget dan menjelek-jelekkan dia habis-habisan, ada juga yang lebih woles dan mencoba lebih “ramah”. Ya, ada tuh temen saya yang sampai habis-habisan mengkritik dan menyindir Afi, tapi ada juga yang lebih mencoba memberikan toleransi dan menunjukkan secercah “harapan” bahwa she can be fixed somehow.

My stance? Tulisan ini adalah stance saya. Makanya baca sampai habis.

 

Kekayaan Intelektual

Kasus Afi ini mengingatkan saya dengan satu konsep yang mungkin orang kebayang sih seperti apa, tapi jarang gunakan istilahnya. Kata Wikipedia, kekayaan intelektual atau intellectual property merupakan kekayaan yang berbentuk abstrak, tetapi masih bisa diperjualbelikan, dimiliki, dan dialihkan. Contoh paling gampang dari kekayaan intelektual adalah ide. Ketika saya bilang ide, I also mean all kinds of ideas. Desain, komposisi, karya, buah pikiran, ya semua itu awalnya tetap dari ide. Basically, when you want to create something, you’ll need an idea to start with. Ya gini aja deh, kalau nggak ada ide, ya apa yang mau dibuat? Even ketika kamu berpikir, “I want to create something” tapi kamu nggak tahu apa yang mau dibuat, si something ini ya bakalan tetap ngawang-ngawang aja. That something will never be more than just a diexis, like this or that, or.. this: 

2nxzgppvaqpau

Abstrak, ‘kan?

Pencurian kekayaan fisik merupakan bentuk pencurian yang tampaknya paling umum dan visually tangible. Ketika berurusan dengan pencurian kekayaan intelektual, proses penyelidikan dan semacamnya itu bisa jauh lebih rumit. Di dunia akademik, pencurian kekayaan intelektual biasa dikenal dengan istilah plagiarisme. Dan ternyata, istilah ini juga dipakai di dunia hiburan, seperti lagu Pu Xiang Pala Ebi yang ternyata hasil plagiat All About That Bass-nya mbak Trainor, atau kasus plagiarisme si Afi ini.

Kalau untuk musik, mungkin kita bisa dengan mudah bilang bahwa lagu A ini hasil plagiat dari lagu B. Why? Karena melodi, aransemen, dan semacamnya itu lebih mudah untuk diingat. Gimana kalau yang dicuri adalah status atau tulisan? Ada program-program yang memungkinkan kita buat memeriksa apakah dalam tulisan ada plagiatnya (biasanya para dosen pakai aplikasi semacam itu), tapi bagaimana dengan mereka yang nggak pakai aplikasi seperti itu atau, lebih tepatnya, nggak terbiasa dengan mencari tahu apa yang plagiat dan apa yang nggak? Tampaknya pada awalnya keberuntungan berpihak pada Afi karena orang-orang nggak sadar bahwa tulisan dia adalah hasil plagiat, and those people seemed oblivious to the fact that cross checking information is somewhat crucial.

Saya juga gitu sih kadang suka oblivious sama hal seperti itu.

Good for you karena para netizen yang curiga ini berhasil menemukan bukti yang jelas bahwa Afi melakukan plagiarisme, dan ternyata buktinya nggak cuman satu, tapi banyak. Apa kabar dengan para korban lainnya yang mengalami pencurian, tetapi nggak ada banyak bukti untuk menunjukkan bahwa ia mengalami pencurian dan seseorang melakukan pencurian tersebut?

 

Kriminal Skala Kecil

Sejak memahami  pentingnya mengutip karya orang lain dengan tepat, saya jadi sensitif ketika ada orang yang ingin mengutip karya saya sendiri. Meskipun karya saya belum banyak, tapi ketika saya tahu bahwa ada kekayaan intelektual saya yang diambil orang begitu saja, well I’m not gonna just sit and relax. Orang itu harus ditindak, atau setidaknya dikasih tahu kalau memang dia nggak sadar bahwa apa yang dia lakukan sebetulnya merupakan tindak pencurian.

Di Instagram, bukan satu atau dua kali orang-orang mengunggah foto-foto yang sebetulnya bukan dia yang ambil. Itu foto hasil jepretan orang lain, tapi dia unggah begitu saja tanpa cantumkan credit ke pemilik asli, seolah-olah foto itu memang tida yang ambil.

Nyontek juga kriminal skala kecil. Kamu mencuri ide orang lain dan menjadikan ide itu seolah-olah ide kamu sendiri, padahal itu hasil mikir orang lain. Lalu kamu dapat nilai A dan temenmu yang capek mikir ide itu hanya dapat B+, dan dia tahu kalau kamu nyontek. Kebayang rasanya gimana? Pengen lempar molotov.

26ueyt2fqr2a8jfso

Pakai gif lama aja ya. Males nyari lagi di giphy.

Pakai desain orang tanpa izin juga pencurian kekayaan intelektual, apalagi kalau pemilik asli desainnya belum pernah meluncurkan desain itu sebelumnya. Ini sih emang beneran maling dari awal dan harus di-headshot. Desainnya bisa desain gambar, desain arsitektur, desain apa lah, pokoknya macem-macem.

iygwsovjz1etk

Sebetulnya ada banyak contoh lain dari kriminal skala kecil ini—pencurian kekayaan intelektual yang mungkin disadari atau tidak disadari, disengaja atau tidak disengaja. Kita sendiri mungkin pernah menjadi pelaku atau menjadi korban. Pasti ada pengalaman pribadi tersendiri lah untuk urusan itu.

Bicara tentang pengalaman pribadi, saya juga pernah mengalami pencurian kekayaan intelektual. Saya masih ingat sekitar beberapa tahun yang lalu saya mengunggah piano cover ke Soundcloud. Ternyata (puji Tuhan), piano cover saya mendapatkan tanggapan yang positif dari banyak orang dan sudah diunduh dan didengarkan sampai ribuan kali. Beberapa orang bahkan minta izin untuk unduh dan gunakan piano cover saya sebagai musik latar untuk mengiringi dia bernyanyi. Yang menyebalkan adalah, ada seseorang yang saya kenal, pakai piano cover saya tanpa bilang apa-apa. Ya, dia langsung pakai piano cover itu untuk karaoke, dan dia unggah hasil karaoke dia ke Soundcloud, tanpa cantumkan credit atau apa ke saya sebagai musisi yang membuat piano cover itu. Kalau begini ‘kan seolah-olah aransemen piano yang dia pakai juga hasil kerja dia. Saat itu juga saya tegur dia dan bilang bahwa lain kali nggak boleh dia pakai karya aransemen orang lain tanpa izin atau tanpa mencantumkan credit. Maling itu namanya jatohnya.

Saya juga pernah mengalami pencurian status Facebook. Is it a real thing? It does. Lha wong kasus si Afi aja sampai terkenal, ‘kan? Kalau kata orang Sunda sih teu pira nu kitu mah tong dipermasalahkeun. Masalahnya, dia benar-benar pakai status yang saya unggah dan dia kirim lagi sebagai status dia sendiri, seolah-olah dia yang tulis. Hanya satu kalimat memang, tapi kalau dibiasakan seperti itu, nanti kebawa-bawa sampai tua. Di sisi lain, saya memang merasa bangga dan senang karena ternyata ide atau karya saya bisa disukai oleh orang lain, dan itu adalah pencapaian tersendiri.

Udah kebaca nggak stance saya untuk kasus Afi? Belum ya?

Berbeda dengan teman-teman saya yang mengkritik pedas Afi habis-habisan, saya rasa Afi masih muda, masih bisa belajar banyak lebih awal jadi saya mungkin lebih kasih saran dan teguran halus dulu. Kasus ini harus menjadi pelajaran besar buat dia untuk tidak mengulangi hal yang sama. Di sisi lain, saya lihat sepertinya dia ada minat untuk menulis dan mencurahkan ide karena, somehow, dia juga menambahkan kata-kata dia sendiri. Jadi mungkin gimana ya, bagusnya sih kata saya dia dikasih tahu dan dilatih supaya bisa menuliskan idenya sendiri. Mengambil inspirasi dari tulisan orang lain memang boleh, tapi pastikan kalau mau masukkan tulisan orang lain, cantumkan juga sumbernya.

Di dunia akademik, nggak mencantumkan referensi dengan tepat itu semacam dosa besar yang bisa bikin kamu nggak lulus matkul atau, bahkan, DO. Afi masih punya waktu untuk menyadari hal itu dan belajar bahwa mengutip karya orang lain dengan tepat itu penting. Tulisan-tulisan yang sudah diunggah ya mau gimana lagi. Sudah tersebar dan, meskipun dihapus, mungkin ada orang yang ambil screenshot so they’ll still be around. Afi harus coba baca tulisan-tulisan karya penulis lain, dari mulai penulis yang tulisannya santai macam Raditya Dika hingga tulisan-tulisan yang lebih serius di portal-portal berita. Dari situ, dia mungkin bisa lihat gimana sih cara orang lain mengutip karya penulis lain. Dia juga mungkin bisa dapat influence ke gaya menulisnya dan akhirnya bisa mengembangkan gaya tulisannya sendiri.

Plagiarisme nggak boleh dibiarkan dan harus ditindak, tapi saya yakin bahwa ada harapan bagi setiap hal untuk menjadi lebih baik.

giphy10

People can change juga ‘kan? Who knows? 

댓글 남기기