Cemas

Tulisan kali ini masih berkaitan dengan kondisi saya. Ya, seperti yang saya ceritakan di tulisan-tulisan sebelumnya, saya masih dalam proses pemulihan. Well, it’s not easy. Bahkan ketika saya merasa bahwa kondisi saya membaik, ada aja momen-momen yang bikin saya merasa down, cemas, atau takut. Mungkin salah satunya karena saya masih berharap pada manusia. Saya masih menyimpan harapan pada orang lain atau faktor luar. Ya, nggak ada salahnya memang punya harapan, tapi mungkin… Entahlah. Mungkin saya yang terlalu berharap pada faktor luar, atau memang bawaan sayanya yang perasa. I don’t know

Berbagai e-mail soal kerjaan masih masuk ke akun saya dari LinkedIn. Di akhir tahun ini, rasanya saya ingin agak menjauh dulu dari urusan pekerjaan karena selain libur, saya juga ingin lebih fokus ke diri sendiri. Saya ingin self-care semaksimal mungkin, meskipun sayangnya, beberapa aktivitas memang memakan dana yang nggak kecil (even konseling pun tetap harus bayar loh). Saya masih punya tabungan, tapi kondisi karier di tempat kerja yang tampaknya nggak akan membaik dalam waktu singkat bikin saya jadi keder sendiri. Pengeluaran bulanan sudah dipotong atau diperkecil habis-habisan, dan gaji saya tetap balapan dengan pengeluaran. I don’t even have enough to save up.

Setiap lihat e-mail soal lowongan kerjaan, saya ngerasa waswas, harap-harap cemas, dan juga kesal. Saya geram setiap lihat lowongan kerja dari beberapa perusahaan yang saya udah coba lamar, tapi mereka bahkan nggak balas e-mail saya, dan mereka justru nge-post lowongan untuk posisi yang sama beberapa minggu kemudian, as if mereka nggak baca sama sekali lamaran dari saya. Kalau udah kayak gini, rasanya saya ingin sumpahin perusahaan tersebut rugi dan bangkrut. Oh, do I sound harsh? Well, I’m just trying to be fair

Ya, masih ada rasa cemas di diri saya, dan saya nggak akan pura-pura baik-baik saja soal hal ini. Salah satu sumber atau pemicu depresi saya adalah urusan pekerjaan dan keuangan. Keduanya saling berhubungan erat. Orang-orang bilang kalau saya bisa kembali lagi ke posisi yang jauh lebih baik karena saya pernah mulai dari bawah dan tahu seperti apa perjuangannya. Ya, saya hargai ucapan tersebut, tapi masalahnya, kapan? Berapa lama lagi saya harus menunggu? Rasa cemas ini akan terus ada, dan sense of stability and security itu entah kapan datangnya. Saat gaji besar saya masuk? I don’t think so. Masalahnya bukan di berapa besar gaji yang masuk, tapi dari pekerjaan itu sendiri. Dengan susahnya cari pekerjaan baru yang menawarkan gaji yang jauh lebih layak dan lingkungan kerja yang sehat, selama itu pula saya rasa saya akan terus merasa cemas. 

But anyway, saya ngelanjutin nulis novel. Saya lanjutin chapter-chapter yang sempat terbengkalai. Waktu kosong yang saya punya di akhir tahun ini sepertinya memang saya perlu habiskan untuk diri sendiri dan proyek-proyek pribadi. Sejujurnya, saya juga belum punya semangat atau keinginan buat ke pesta tahun baru atau semacamnya. I just don’t want to be around people, to be honest. I don’t think I have the energy to do that, well, at least for now. Tapi entahlah, mungkin saya juga bisa merasa lebih senang atau terisi energi saat bersama orang-orang yang memang sayang dan peduli sama saya. Mungkin juga kehadiran mereka bisa mengurangi kecemasan saya. Hopefully.